Tinggal menghitung hari sebelum 2019 berakhir, tahun yang tentunya telah meninggalkan banyak kenangan bagi kita semua. Tahun yang penuh dengan berbagai pengalaman dan pelajaran baru bagi kita kedepannya.
Saat melihat balik pada tahun 2019, tentu sudah banyak hal yang terjadi termasuk masalah - masalah yang viral dan berhasil menarik perhatian sebagian besar masyarakat baik nasional maupun internasional.
CANCEL CULTURE
Dengan meningkatnya jumlah pengguna sosial media dari tahun ke tahun, orang - orang dapat dengan mudah menyebarluaskan berita, informasi, dan gerakan sosial seperti sebuah kampanye untuk menggerakkan orang - orang agar ikut mawas diri akan isu yang terjadi dan membantu gerakan tersebut untuk mencapai tujuan mereka. Hal ini pun dinilai cukup efektif untuk mengedukasi para pengguna dan membuat mereka turut serta akan gerakan tersebut baik karena mereka merasakan hal yang sama, empati, atau bahkan mengikuti tren yang ada. Nah, salah satu kampanye yang cukup massive dibicarakan adalah “cancel culture” atau “call-out culture”. Hal ini pun juga ditunjukkan oleh Barack Obama saat ia berbicara di KTT Yayasan Obama di Chicago.
Pada video YouTube Rewind 2019 yang dirilis oleh channel resmi YouTube menobatkan James Charles sebagai Youtuber kecantikan dengan jumlah like terbanyak pada kategori “Beauty Videos” pada tahun 2019.[1] Namun, siapa sangka jika pada tahun yang sama terjadi perseteruan antara dirinya dan seorang youtuber kecantikan bernama Tati WestBrook.
Hal ini dari video yang diunggah oleh Tati yang berjudul “BYE SISTER…”. Dalam video tersebut dia menyatakan bahwa ia merasa dikhianati oleh James Charles saat ia mengunggah sebuah video mempromosikan sebuah produk vitamin rambut yang merupakan rival dari produk buatan Tati.
Tak berhenti sampai disitu, video tersebut dilanjutkan dengan menyebutkan kesalahan - kesalahan lain James Charles yang selama ini tidak diketahui publik mengingat Tati adalah orang yang telah membantunya selama ini. Hal ini pun mengakibatkan banyak orang merasa berang dan menyatakan dukungannya pada Tati. James harus kehilangan 3 juta subscribers juga hashtag #JamesCharlesIsOverParty menjadi ramai di twitter berikut pernyataan kebencian padanya.
Cancel culture adalah sebuah gerakan massal untuk tidak lagi memberi support kepada pihak tetentu baik secara finansial, moral, atau dukungan dalam bentuk apapun karena orang tersebut telah melakukan suatu tindakan baik berupa perkataan dan perilaku yang dinilai salah dan fatal [2]. Gerakan ini biasanya ditujukan kepada orang yang terkenal seperti para influencers, dan selebriti karena mereka dianggap dapat memberi pengaruh yang besar yang pendapat mereka dapat mempengaruhi banyak orang.
Pada dasarnya, cancel culture ada untuk membuat mereka jera dan memikirkan lagi tindakan yang telah mereka lakukan agar kedepannya mereka dapat belajar dari kesalahan yang mereka perbuat dan lebih berhati - hati dalam bersikap. Kita tahu itu adalah sebuah cancel culture saat seseorang dipojokkan oleh massa karena kesalahannya, saat semua perbuatannya akan selalu diungkit dengan kesalahan yang telah ia perbuat. Simply, you’re canceled by the society.
Saat seseorang berbuat salah, kita tahu mereka harus mendapatkan hukuman yang setimbal, dengan memblok, unsubscribe dan meninggalkan mereka secara besar - besaran yang dianggap sudah cukup efektif untuk membuat mereka jera dengan sebuah hukuman sosial.
Cancel culture dinilai efektif, dan membuahkan hasil seperti pada kasus James Gunn dan tweet kontroversialnya tentang pedophile dan pemerkosaan yang berujung pada dirinya dipecat dari posisinya sebagai sutradara "Guardian of The Galaxy". Atau Kevin Spacey? Sejak ia terkena kasus kekerasan seksual pada tahun 2017, Spacey tampaknya tidak menggarap proyek film atau acara TV yang lain, film terakhirnya adalah “Billionaire Boy’s Club” yang digarap sebelum kasusnya viral dan membuatnya di-cancel. Dan sejak itu berita tentangnya hanya membicarakan kekerasan seksual yang dilakukannya itu. [3]
Tetapi jika kita lihat lebih jauh, cancel culture telah kehilangan kekuatan dan kurang memberikan efek jera saat ini. Cancel culture dinilai membuat para netizen dengan mudah menerapkan hal ini setiap kali mereka melihat seseorang melakukan hal yang salah atau menyuarakan pendapat yang terlalu berpihak pada kelompok tertentu yang mana pendapat itu merupakan pemikiran minoritas orang - orang yang ada. Sebagai seorang influencer memang para artis memiliki beban untuk menjadi sempurna bagai tak memiliki kesalahan karena apapun yang mereka lakukan dilihat sebagai sebuah contoh dan panutan bagi khalayak ramai. Tetapi bukan berarti kita tidak mentolerir kesalahan yang mereka perbuat, apalagi dengan melakukan cancel culture disaat ada hal lain yang dapat kita lakukan dan lebih efektif untuk menyelesaikan persoalan yang ada.
Hanya karena kita melakukan cancel culture bukan berarti kita meng-undo perbuatan mereka dan membuatnya tidak ada atau dapat menjamin ia tak akan melakukan hal yang sama, dan saat kita melakukan cancel culture mungkin kita menekan mereka untuk berpendapat dan membuat mereka takut untuk menyuarakan apa yang mereka dengar.
Ada saat dimana kita seharusnya berpikir lebih jauh terhadap sebuah isu yang ada, karena jika membicarakan soal permasalahan James Charles dan Tati Westbrook tadi maka ayaknya ini adalah sebuah misscom antara pertemanan dan etika berbisnis yang ada, dan sebenarnya tidak memberikan pengaruh pada kita, para netizen.
Tanpa disadari sebenarnya cancel culture juga dapat terjadi di lingkungan sekitar kita, tak hanya dikalangan para seleb, seperti kasus di AS dimana, seorang penjaga keamanan sekolah dipecat karena memberi tahu seorang siswa untuk tidak memanggilnya nigger (sebutan berkonotasi negatif untuk orang Afrika-Amerika atau orang kulit hitam); seorang siswa gagal diterima di Harvard karena ia pernah menulis kata-kata rasis yang ditulisnya di sekolah menengah; dan seorang wali suatu universitas terpaksa mengundurkan diri karena dia pernah mengenakan kostum Nazi ke pesta universitas beberapa dekade yang lalu. [4]
Saat akan meng-cancel sesuatu ada baiknya kita berhenti sejenak, tarik napas, lalu mencoba keluar dan melihatnya dari sisi yang lebih luas. Melihat dari kedua pihak dan tidak gampang terbawa emosi. Karena cancel culture seharusnya hanya dilakukan pada masalah tertentu yang sangat besar yang mempengaruhi banyak orang agar gerakan ini memberikan efek yang besar dan dapat membuatnya jera.
Pada akhirnya kita bisa saja berada di antara teman - teman kita, dan mereka bertanya, “Hey, kamu kemarin nge-unsubscribe James ga?” tapi saat kita tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi, mereka mungkin tak bisa menjawab atau menjelaskan dengan jelas karena mereka hanya mengikuti tren yang ada tanpa mencari tahu lebih lanjut akan apa yang sebenarnya terjadi.
“Everyone is thinking alike, then no one is thinking.” - Benjamin Franklin
[1] https://www.youtube.com/watch?v=2lAe1cqCOXo
[2] https://en.wikipedia.org/wiki/Call-out_culture
[3] https://edition.cnn.com/2019/09/21/entertainment/cancel-culture-explainer-trnd/index.html
[4] https://www.matamatapolitik.com/obama-ini-saatnya-untuk-hentikan-cancel-culture-analisis/